Minggu, 08 Maret 2015

Fitoplankton Sebagai Indikator Penentu Kualitas Suatu Perairan

Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kehidupannya, sehingga sumberdaya air perlu dilindungi agar dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup lainnya. Di negara Indonesia sekarang ini, dengan bertambahnya penduduk dan berkembangnya industri akan menambah beban limbah ke perairan. Damapak negatif dari limbah kegiatan tersebut di perairan adalah semakin menurunnya kualitas air yang menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumberdaya air.

Untuk itu air dan perairan perlu diketahui tingkat kelayakannya dalam setiap pemanfaatannya dengan melakukan kegiatan pemantauan kualitas air yang mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi. Kegiatan ini dilakukan untuk mendeteksi dan mengukur pengaruh yang ditimbulkan oleh limbah terhadap lingkungan (Effendi, 2000). Penentuan kualitas air melalui studi analisis biologis sama akuratnya dengan pengukuran fisika-kimia air. Parameter fisika dan kimia hanya menunjukkan gambaran kulaitas air sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan interpretasi dalam kisaran lebar.

Pada studi analisis biologi, plankton adalah biota dengan ukuran sangat kecil (0,1 mm-1,5 mm) yang hidup dan berkembang di perairan dan sering dijadikan objek dalam studi kualitas air. Keistimewaan dari plankton dibandingkan biota lain, diantaranya :
  • Plankton umumnya mempunyai jumlah spesies yang beranekara ragam dengan jumlah individu per spesies yang tinggi sehingga secara matematis memudahkan dalam analisis kuantitatif
  • Plankton umumnya tergolong biota yang hidup pada kisaran fisika-kimia yang sempit (Basmi, 2000)
Plankton terdiri dari dua, fitoplankotn dan zooplankton. Fitoplankton mempunyai respon yang cepat terhadap perubahan lingkungan, dimana komposisi spesies fitoplankton di suatu lokasi perairan memberikan indikasi kualitas air di perairan tersebut.

Faktor lingkungan fisik (abiotik) yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton antara lain adalah arus, angin, ketersediaan makanan (kandungan unsur hara), dan aktivitas pemangsaan (Davis, 1955). Fitoplankton hanya dapat ditemukan di daerah yang menerima sinar matahari dengan gelombang 0,4-0,8 mikron,. Kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh fitoplankton adalah yang bersifat makronutrien yaitu elemen-elemen unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti C, N, P dan S. N dan P adalah elemen makronutrien yang sering dijadikan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton.

Fitoplankton memiliki klorofil yang mampu mengikat energi sinar matahari dalam bentuk substansi organik, yang dapat digunakan sebagai makanan organisme heterotrof. Dimana pada sistem aliran energi merupakan trofik level pertama (Odum, 1971). 

Berbagai jenis fitoplankton mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap faktor lingkungan di habitatnya. Fitoplankton yang toleran terhadap berbagai kondisi akan terdistribusi meluas, sedangkan yang mempunyai toleransi sempit terhadap salah satu kondisi lingkungan hanya akan dijumpai hidup pada kondisi yang sesuai untuknya.

Para ahli ekologis menggunakan indeks keanekaragaman fitoplankton sebagai satu tipe indikator biologis pencemaran. Indeks ini merupakan pernyataan matematis dari hubungan antara jumlah jenis dan individunya (Persoone & Pauw, 1979). Indeks keanekaragaman menduga kualitas air berdasarkan asumsi bahwa perairan bersih mengandung banyak spesies dan jumlah individu dari masing-masing spesies relatif sama, sehingga nilai indeks keanekaragamannya tinggi. Sedangkan perairan yang tercemar terdapat spesies yang mendominasi, sehingga indeks keanekaragamannya rendah. Dan jika jenis spesies sama sekali tidak dijumpai, maka tingkat pencemarannya tinggi. 

Beberapa jenis fitoplankton yang toleran seperti Oscillatoria formosa, Nitzschia palea, Clostridium olerosum dapat hadir pada perairan yang tercemar berat. 

Oscillatoria formosa
sumber : mizutomusi.web.fc2.com
Nitzschia palea
sumber : www.dailymotion.com

Sebaliknya pada perairan yang bersih jenis yang muncul seperti Navicula sp, Oedogonium sp, dan Dinobrion sp.  

Dominasi fitoplankton di suatu perairan tidak selamanya menguntungkan perairan tersebut. Perubahan kondisi lingkungan akan merangsang fitoplankton untuk tumbuh meledak sehingga menimbulkan blooming. Yang dimaksud dengan blooming adalah suatu peristiwa dimana suatu spesies dalam waktu singkat berkembang pesat dengan jumlah yang melampaui rata-rata produksi bulanan dalam keadaan normal.

Peristiwa blooming fitoplankton Microcystis sp di Waduk Jatiluhur
Sumber : Laboratorium Plankton, BP2KSI-Balitbang KP

Faktor-faktor yang memicu terjadinya blooming diantaranya adalah :
1. Upwelling
Pada perairan dalam, unsur hara tersimpan di dasar atau di lapisan yang lebih dalam, dengan adanya pembalikan massa air (upwelling) maka unsur hara tersebut terangkat ke permukaan yang kaya akan sinar matahari sehingga memicu pertumbuhan fitoplankton. Biasanya terjadi pada musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.
2. Hujan Lebat
Hujan lebat dan banjir dapat membawa nutrien yang banyak ke suatu perairan, nutrien di permukaan tanah tercuci oleh air hujan dan erosi oleh banjir membawa nutrien yang melimpah ke suatu perairan.

Seperti peristiwa blooming dari spesies Microcystis airuginosa dari phylum Cyanophyta yang biasa terjadi di perairan tawar. Pertumbuhan spesies ini sangat didukung oleh kandungan fosfat dan nitrat yang tinggi. Apabila dalam suatu perairan terdapat budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung, dimana makanan ikannya mengandung kadar fosfat dan nitrat yang berlebih, sudah dapat diperkirakan merangsang spesies ini untuk tumbuh berkembang. Microcystis berdampak negatif terhadap organisme perairan termasuk ikan, karena fitoplankton ini mengeluarkan zat toksin yaitu microcystin yang tidak dapat dicerna atau dimanfaatkan oleh kebanyakan ikan herbivora. Di Waduk Jatiluhur sering terjadi blooming spesies ini.

Microcystis sp
Sumber : Laboratorium Plankton, BP2KSI-Balitbang KP

Peranan fitoplankton sebagai produsen primer di suatu perairan sangatlah penting. Komposisi spesiesnya dapat memberikan respon yang cepat terhadap perubahan lingkungan dan memberikan indikasi bagaimana keadaan kualitas air di perairan tersebut, sehingga fitoplankton dapat digunakan sebagai indikator penentu kualitas suatu perairan.

DAFTAR PUSTAKA

Basmi, J. 1994. Planktonologi : Plankton sebagai bioindikator kualitas perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. hal 7-13.
Effendi. H. 2000. Telaah Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 259 hal.
Persoone, G & W.D. Pauw. 1979. System of biological indicators for water quality assesment. Dalam O. Rivera (Eds). Biological aspects of freshwater polution. Oxpord : Pengamom Press. 69 hal.

(Artikel ini adalah rangkuman dari makalah yang telah diterbitkan di Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Sumber Daya dan Penangkapan Volumr 11 Nomor 4 Tahun 2005)









Tidak ada komentar:

Posting Komentar